top of page

Oretan-Guru Musik VI. Trinitas Musik

  • Agung Siregar
  • Jul 13, 2018
  • 3 min read

Menurut hasil perenunganku bahwa pendidikan musik memiliki tiga pilar atau aku juga sering menyebutnya dengan ‘Trinitas’. Mendengar-Berfikir-Merasakan, Mendengar berarti Berfikir dan Merasakan, Berfikir berarti Mendengar dan merasakan, Merasakan berarti Berfikir dan Mendengar, begitu pula sebaliknya dan sebaliknya. Tiga komponen yang berbeda tetapi harus satu dalam mengaplikasikannya. Dasar inilah yang harus diletakan pada siswa-siswa dalam belajar musik. Trinitas ini adalah tiang penopang dalam membantu anak-anak memahami dan merespon apa yang ada dihadapan mereka. Ini adalah hakikat manusia seutuhnya yang harus dilatih dimasa kanak-kanak melalui musik. Mendengar-Berfikir-Merasakan harus dilatih sedini mungkin dan dari sinilah menurut ku harus di mulai.

Kita sudah mengetahui tujuan, tetapi terkadang kita bingung bagaimana harus memulainya, langkah pertamanya seperti apa, terlebih dalah hal-hal yang bentuknya praktikal. Aku memulainya dengan memahami trinitas tersebut dan meleburkannya dalam aktivitas musik yang kulakukan. Aku memulainya melalui pemahaman-pemahaman yang sebisa mungkin dipahami oleh anak-anak secara natural. Permainan adalah salah satu bentuk yang menyenangkan untuk dilakukan bersama anak-anak. Ada banyak sekali permainan yang mengajarkan kita tentang bagaimana pentingnya akan ‘mendengar’, ‘berfikir’ dan ‘merasakan’. Trinitas ini akan menghantarkan anak-anak menjadi manusia yang seutuhnya, inilah fungsi musik sebenarnya.

‘Mendengar’, pada masa ini kita pasti sulit mendapati orang yang mau mendengar ataupun pendengar yang baik. Banyak orang ingin tampak menonjol tanpa mau mendengar satu sama lain. Apa jadinya bangsa kita kalau penduduknya sebagaian besar tidak mau mendengarkan? Kita bisa lihat betapa panasnya situasi politik bangsa kita yang sudah merembet kemana-mana. Semua ingin didengarkan tanpa mau mendengarkan dan menjadi pendengar yang baik. Ini telah menjadi sebuah masalah yang besar pada bangsa ini, dan aku merasa salah satunya karena pendidikan musik di Indonesia tidak mengajarkan bagaimana harus ‘mendengarkan’. Mendengar menjadi sebuah hal langka, ego manusia telah merajalela dan semua orang merasa pendapatnya lebih penting. Televisi banyak menayangkan debat-debat kusir yang tidak ada hujungnya. Ketidak mampuan mendengar menjadi seperti sebuah wabah yang mengerikan, terutama pada generasi ini dimana semua orang telah memegang ‘dunia’nya masing-masing ( gadget ). Individualisme, simple, minimalis menjadi trend. Jaman ini sudah jarang terjadi sebuah pertemuan dengan percakapan yang mendalam. ‘Mendengarkan’ adalah sebuah kelangkaan bahkan indera pendengaran kitapun mungkin sudah rusak oleh banyak faktor yang menggejala pada era ini. ‘Mendengar’ wajib harus kita latih kepada anak-anak didik kita, musik harus mengajarkan cara ‘mendengarkan’ yang baik.

‘Berfikir’, adalah mengolah apa yang sudah kita dengarkan, yang sudah didengar tidak serta merta masuk dalam diri kita, melainkan harus ada proses ‘pengujian’ oleh logika apakah bunyi-bunyian tersebut pantas untuk masuk ‘folder’ atau dibuang. Seberapa pentingkan bunyi-bunyian tersebut akan diuji oleh pikiran. Cara berfikir haruslah dilatih, para pemikir-pemikir besar telah melewati banyak sekali pelatihan-pelatihan pikiran salah satunya melalui musik. Musik mengandung sistem dan musik dibangun oleh sistem, ada ritme, melody, harmoni, tonality, timbre dan masih banyak lagi, sistem-sistem ini akan membantu melatih cara berfikir kita ( audition )*. Seperti kata seorang ahli pendidikan dan peneliti musik dari Amerika, Edwin Gordon, bahwa penting mengajarkan musik bagi anak-anak karena dalam prosesnya mereka akan dilatih berfikir secara Audiation, walaupun dalam prosesnya setiap orang memiliki kemampuan audiasi berbeda satu sama lain. Tetapi musik mampu memaksimalkan kemampuan audiasi dari masing-masing anak.

‘Merasakan’, yang dimaksud adalah sesuatu non indrawi melainkan melibatkan instrument Illahi yang tertanam dalam diri dan jiwa kita. Sangat perlu dilatih untuk dapat lebih peka bereaksi sebagai manusia sebagai makhluk Illahi. Setiap anak dilahirkan dalam situasi yang berbeda dan membawa kecenderungan yang berbeda-beda karena itu sangat perlu dilatih untuk dikembangkan sisi ‘kemanusiaannya’ diharapkan mampu menjadi manusia ‘seutuhnya’. Teknik musik tidak banyak berbicara dalam melatih hal ini, tetapi sesungguhnya prosesnya mampu didesain untuk melatih merasakan. Buah dari belajar merasakan adalah penguatan karakter pribadi manusia. Yang menjadi penilaian utama disini adalah sikap cara memberikan respon terhadap masalah yang dihadapai dalam hubungan antar manusia. Penting dalam pelajaran musik untuk berproses secara berkelompok, belajar bekerjasama menjadi sangat penting pada masa kini. Era digital menjadikan manusia menjadi lebih penyendiri dan merasa berkemampuan mengerjakan segala sesuatu sendirian. Musik memiliki banyak permainan yang mampu melibatkan banyak orang dan sangat cocok untuk belajar arti kebersamaan.

Trinitas ini menjadi hal yang sangat penting dalam pondasi metode-metode mengajarku. Segala sesuatu dalam pelajaran musik aku kaitkan kedalam trinitas tersebut, bagai sebuah kerangka berfikir yang kulakukan dalam menyusun rencana pembelajaran. Sebuah ideal yang tinggi dan sebuah target yang susah dicapai secara sempurna, tetapi setidaknya mampu menjadikan sebuah kerangka acuan dalam menyusun tindak tanduk dalam pelajaran musik. Aku sangat berharap melalui pelajaran musik siswa-siswaku menjadi pribadi yang lebih baik, manusia yang mau mendengarkan sesamanya, memikirkan segala sesuatu yang baik dan mampu merasakan serta merespon sebagai manusia seutuhnya.

‘Pengetahuan ( Knowledge ), Kemampuan ( Skill ), Sikap ( Attitude ), dan yang terlebih besar dari itu semua adalah Sikap ( Attitude )’.

 
 
 

Comments


WA.08121749578

©2018 by Agung Siregar. Proudly created with Wix.com

bottom of page